Home Informasi Maulid Nabi Dalam Sejarah

Maulid Nabi Dalam Sejarah

0

Umat Islam di seluruh penjuru dunia baru saja merayakan hari kelahiran nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, termasuk Indonesia.

Menurut catatan Ahmad Tsauri dalam Sejarah Maulid Nabi menjelaskan bahwa perayaan Maulid Nabi sudah dilakukan oleh masyarakat Muslim sejak tahun kedua hijriah.

Mengutip dari Islam.nu.or.id Catatan ini merujuk pada Nuruddin Ali yang terdapat kitabnya Wafa’ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa  bahwa seorang bernama Khaizuran (170 H/786 M) yang merupakan ibu dari Amirul Mukminin Musa al-Hadi dan al-Rasyid datang ke Madinah dan memerintahkan penduduk mengadakan perayaan kelahiran Nabi Muhammad di Masjid Nabawi.

Dari Madinah, Khaizuran menyambangi Makkah dan melakukan perintah yang sama kepada penduduk Makkah untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad. Jika di Madinah bertempat di masjid, Khaizuran memerintahkan kepada penduduk Makkah untuk merayakan Maulid di rumah-rumah mereka.

Saat itu Khaizuran menjadi sosok yang berpengaruh selama masa pemerintahan tiga khalifah Dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa Khalifah al-Mahdi bin Mansur al-Abbas (suami), Khalifah al-Hadi dan Khalifah al-Rasyid (putra). Karena pengaruh besarnya ini, membuat dirinya mampu menggerakkan masyarakat Muslim di Arab. Hal ini dilakukan agar teladan, ajaran, dan kepemimpinan mulia Nabi Muhammad bisa terus menginspirasi warga Arab dan umat Islam pada umumnya.

Pada masa Dinasti Abbasiyah, pembaruan pemikiran  banyak terjadi di semua sektor kehidupan, mulai dari perkembangan ilmu-ilmu umum, arsitektur, hingga situs-situs sejarah. Khaizuran menjadi salah satu sosok yang mempunyai perhatian besar terhadap Nabi Muhammad beserta situs-situs sejarah peninggalan Nabi. Termasuk  penghormatan terhadap kelahiran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kita ketahui Muhammad lahir pada 12 Rabiul Awwal Tahun Gajah (570 Masehi). Ada pada masa sebelum Islam didakwahkan Nabi Muhammad sering disebut sebagai zaman Jahiliyah atau masa ketidaktahuan, sesat, atau bodoh. Menurut M. Quraish Shihab dalam bukunya Lentera Hati (2007), kondisi ini kerap dilekatkan dengan keputusan Allah yang menurunkan Rasul terakhirnya di tanah tersebut.

Di Jazirah Arab, masa sebelum Islam didakwahkan Nabi Muhammad sering disebut sebagai zaman Jahiliyah atau masa ketidaktahuan, sesat, atau bodoh. Menurut M. Quraish Shihab dalam bukunya Lentera Hati (2007), kondisi ini kerap dilekatkan dengan keputusan Allah yang menurunkan Rasul terakhirnya di tanah tersebut. Masyarakat Arab berada di tengah impitan imperium Romawi dan Persia. Kedua kekuatan ini memperebutkan wilayah Hijaz di Timur Tengah yang waktu itu belum terkuasai. Letak Hijaz atau Jazirah Arab yang berada di tengah itulah yang dijadikan patokan para mufasir dan sejarawan Islam untuk menafsirkan ‘teka-teki ketuhanan’ mengapa Muhammad lahir di daerah ini.

Menurut Quraish Shihab, jika pesan hendak disampaikan ke seluruh penjuru, maka komunikator mesti berdiri di tengah agar pesan mudah tersebar dan menghindari kekuatan yang dapat menghalangi tersebarnya pesan tersebut. Timur Tengah adalah jalur penghubung Timur dan Barat, maka wajar jika kawasan tersebut menjadi tempat menyampaikan pesan Ilahi yang terakhir.

Quraish Shihab juga menerangkan, Makkah sebagai tempat kelahiran Nabi merupakan pusat Hijaz yang menjadi simpul pertemuan para pedagang dan seniman dari pelbagai penjuru. Muhammad berasal dari suku Quraisy yang berpengaruh di Makkah. Suku ini mempunyai dua keluarga besar yakni Hasyim dan Umayyah. Al-Aqqad dalam Mathla’ Al-Nur seperti dikutip Quraish Shihab, menyatakan bahwa keluarga Hasyim (Bani Hasyim) terkenal gagah, berwibawa, simpatik, budiman, dan religius. Sementara keluarga Umayyah adalah politikus yang pandai melakukan tipu daya, pekerja yang ambisius, dan tidak gagah. Menurut Al-Aqqad, hal ini disepakati para sejarawan dan tidak dibantah oleh Umayyah bahkan setelah mereka berkuasa.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version