Presiden Joko Widodo baru saja meresmikan Tol Jakarta-Cikampek II (Japek Elevated), pada Minggu (15/12/2019). Tol yang memiliki panjang 36,84 km milik Jasa Marga tersebut digratiskan sampai dengan libur Natal dan Tahun Baru 2020. Namun tahukah kamu? Dalam pembangunannya, Tol ini selain menuai kebanggaan, rupanya Tol terpanjang ini juga banyak menerima kritikan yang menimbulkan tanda tanya besar.
Memang tol ini hanya boleh dilalui oleh kendaraan golongan I non bus saja, sementara kendaraan besar seperti truk dan bus hanya dibolehkan lewat tol di bawahnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari kendaraan besar yang biasanya berjalan lambat, sehingga beban lalu lintas Tol Jakarta-Cikampek Eksisting akan berkurang.
Meski demikian, para pengguna kendaraan pribadi tidak diperbolehkan mengendarai kendarannya dengan kecepatan di atas 80 km per jam. Pasalnya Tol Japek Elevated merupakan Tol dalam kota, yang mana aturan tol dalam kota hanya diperbolehkan berkendara dengan batas kecepatan 60-80 KM per jam. Pengelola Tol Layang pun telah menyiapkan sejumlah kamera pengawas (CCTV) untuk mengawasi setiap kendaraan yang melintas. Jika nantinya terbukti ada pengendara yang melanggar, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Selain itu, secara umum, berkendara di jalan layang dengan kecepatan tinggi memang tidak disarankan. Para pengguna wajib waspada terutama pada terpaan angin. Hal ini disampaikan langsung oleh CEO dan Founder Indonesia Defensive Driving Center, Bintarto Agung.
Mengutip dari kompas.com, Bintarto mengimbau pengemudi agar wajib waspada dengan hambatan angin dari samping. Apalagi posisi berkendara yang berada di atas, jauh dari permukaan tanah.
“pasti ada efek angin samping, itu kalau tidak diantisipasi bisa membuat mobil terdorong ke salah satu arah. Sebab itu penting juga untuk menjaga kecepatan sesuai rambu-rambu yang ada,” ujarnya.
Selanjutnya, hal yang harus diperhatikan pengemudi lainnya adalah kecukupan bensin dan energi untuk mengemudi di Tol Japek Elevated ini. Pasalnya tol layang sepanjang 36,84 km ini tidak memiliki rest area, sehingga pengemudi harus pertimbangkan kembali jika melewati jalur ini.
Selain itu tol ini juga belum memilki emergency exit atau akses darurat meski sudah beroperasi sejak 15 Desember 2019. Pihak operator pun saat ini mengakui masih dalam tahapan proses pembuatan. Ke depannya kata Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, Tol Japek elevated akan dibangun delapan emergency exit. Namun untuk tahapan pembangunnya masih belum bisa dijelaskan.
Sebab itu dia menyarankan pengemudi harus mengetahui baik-baik kondisi kendaraanya. Apakah ban sudah baik atau bensin sudah tercukupi. Pengemudi bisa mengisi bahan bakar terlebih dahulu dan menuntaskan keperluan hajat maupun mengisi perut sebelum melewati tol layang Japek Elevated ini, karena sebelum pintu masuk jalan layang sudah tersedia rest area.
“artinya pengguna jalan bisa ke rest area terlebih dahulu, sekaligus mengantisipasi agar tidak kebelet kencing di tol layang,” kata Basuki.
Namun jika saat itu benar-benar dalam keadaan genting atau darurat, pengguna jalan layang tol bisa memanfaatkan ketersediaan U-turn untuk memutar balik. Terdapat 8 U-turn di setiap lima kilometer sepanjang jalan tol ini.
Di samping itu, tersedia pula area parkir darurat yang tersedia di setiap 10 km jalan. Di tempat tersebut juga terdapat petugas mobil derek. Namun area parkir darurat ini tidak bersifat permanen. Artinya, apabila sewaktu-waktu dibutuhkan maka pihak bina Bina Marga akan menyediakan tempat parkir darurat tersebut.
“Makanya sifatnya fungsional, namanya emergency parking. Nanti di sini juga ada,” tandasnya.
Meski demikian, dalam pembangunannya, keberadaan Tol Japek ini merupakan sebuah kebanggaan. Pasalnya selama pembangunannya menggunakan teknologi Sosrobahu yang merupakan hasil karya anak bangsa bernama Tjokorda Raka Sukawati.
Menurut informasi yang diterima dari laman bptj.pu.go.id, teknologi Sosrobahu merupakan suatu teknologi yang sangat diperlukan dalam mengatasi kesulitan membangun kontruksi jalan di atas jalan yang sudah beroperasi dan padat volume kendaraan, seperti halnya di Tol Japek Elevated.
Hal ini diakui oleh Direktur Operasi II PT Waskita Karya Tbk, Bambang Rianto, bahwa pembangunan Jalan layang terpanjang di Indonesia ini memang rumit, karena mau tidak mau harus dibangun di atas kontruksi lain, seperti simpang susun, jembatan penyebrangan (JPO), dan jalan tol eksiting.
Ditambah lagi karena sisi kanan maupun kiri jalan tol eksiting tak bisa digunakan karena sudah ada kontruksi LRT dan kereta cepat Jakarta-Bandung. Sementara di bagian atas juga terdapat SUTET yang mengalir pasokan listrik untuk Jawa dan Bali. Sebab itu, teknologi Sosrobahu ini pun menjadi sebuah solusi.
Tidak seperti teknologi konvensional pada umumnya, Sosrobahu melakukan pembuatan pier head sejajar dengan garis jalan, sehingga tidak memerlukan ruang bebas dan setelah selesai dilakukan pemutaran. “Bila memakai teknik kontruksi konvensional, dipastikan sebagian besar lajur jalan aakan ditutup dan membuat kemacetan jalan lebih padat,” ungkap Bambang pada laman bptj.pu.go.id.
Diketahui, penggunaan teknologi Sosrobahu ini rupanya bukan pertama kalinya diterapkan, sebelumnya tepat pada 27 Juli 1988, penggunaan teknologi Sosrobahu atau landasan putar bebas hambatan sudah pernah diterapkan untuk pertama kalinya di Indonesia pada jalan Tol Wiyoto-Wiyono.
Meski demikian dibangunnya tol ini, diharapkan mampu mengurai kemacetan di Tol Jakarta-Cikampek eksiting hingga 30 persen.