Duta Damai Jakarta Hadiri Diskusi INFID, Tegaskan Komitmen Orang Muda Kawal Inklusivitas

0
4 views
Duta Damai Jakarta hadir dalam forum diskusi bertajuk “Temu Pikir Orang Muda dalam Pembangunan Inklusif” yang digelar oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) pada Kamis, 25 September 2025

Jakarta, 30 September 2025 — Duta Damai Jakarta hadir dalam forum diskusi bertajuk “Temu Pikir Orang Muda dalam Pembangunan Inklusif” yang digelar oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) pada Kamis, 25 September 2025. Acara ini menjadi bagian dari rangkaian menuju Festival HAM 2025 dan berlangsung di Garden Cafe, Jakarta. Pertemuan tersebut menjadi ruang penting untuk mendiskusikan isu-isu seputar inklusivitas dan peran orang muda dalam mewujudkannya.

Sebagai komunitas yang konsisten mengampanyekan perdamaian dan toleransi, Duta Damai Jakarta menyambut baik inisiatif INFID. Agenda ini dinilai sangat relevan dengan tantangan yang dihadapi orang muda saat ini, terutama dalam memperkuat pemahaman terkait toleransi dan kebebasan beragama atau berkeyakinan.

Dalam forum tersebut, Syafira Khairani, Network and Advocacy Lead INFID, memaparkan materi berjudul “HAM & Tata Kelola yang Inklusif: Tantangan Toleransi dan Kebebasan Beragama Berkeyakinan di Indonesia.” Ia menyoroti sejumlah kasus intoleransi yang masih terjadi, seperti pembubaran retret pelajar Kristen di Sukabumi, pembatalan bedah buku tentang Ahmadiyah di IAIN Manado, hingga pembatalan acara Jalsah Salanah JAI di Kuningan. Deretan kasus tersebut menjadi pengingat bahwa problematika inklusivitas masih perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak.

Syafira juga mengidentifikasi tiga tantangan utama dalam mewujudkan inklusivitas sejati di Indonesia:

  1. Ketidakhadiran Negara dalam menindak tegas persekusi kelompok minoritas, ditambah kebijakan diskriminatif dan kepemimpinan yang tidak konsisten.
  2. Teori Identitas Sosial yang memunculkan persepsi bahwa kelompok minoritas mengancam dominasi mayoritas, diperparah dengan penyebaran hoaks yang menyudutkan mereka.
  3. Mindset Mayoritarianisme, di mana toleransi masih dipahami sebatas “perukunan” (hidup berdampingan dengan syarat) bukan “kerukunan” (hidup rukun tanpa syarat).

Bagi Duta Damai Jakarta, paparan tersebut sangat relevan, terutama karena survei memang menunjukkan mayoritas masyarakat (lebih dari 95%) bersikap positif terhadap inklusivitas, tetapi sikap tersebut tetap rentan terhadap polarisasi politik.

Menanggapi hal itu, Koordinator Duta Damai Jakarta, Silvi Dwi Yanti, menegaskan pentingnya peran orang muda dalam mengawal isu ini.

“Kami percaya perubahan sosial tidak bisa hanya ditunggu dari atas, tetapi harus dimulai dari diri sendiri dan hal-hal kecil. Orang muda punya energi dan kreativitas untuk mendorong narasi yang lebih adil dan inklusif. Karena itu, kami di Duta Damai Jakarta berkomitmen untuk terus menjadi ruang aman bagi gagasan, sekaligus motor penggerak yang menjadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan alasan untuk terpecah,” ujarnya.

Selaras dengan pesan penutup yang disampaikan narasumber, Duta Damai Jakarta menekankan bahwa tugas orang muda tidak berhenti pada menyuarakan suara kelompok terpinggirkan, tetapi juga menata ulang cara berpikir, bercerita, dan bersikap agar tidak terus mereproduksi ketidaksetaraan yang sama.

Duta Damai Jakarta akan terus terlibat aktif dalam berbagai upaya yang mendorong perdamaian dan inklusivitas, serta mengajak seluruh orang muda untuk menjadi agen perubahan demi terwujudnya Indonesia yang lebih damai, adil, dan setara bagi semua.