Kisah hidup Khansa binti Khadzdzam seorang Muslimah pada zaman Rasulullah SAW sarat akan pesan bagi kaum Hawa. Ia menjadi contoh dan saksi hidup betapa ajaran Islam yang disebarkan Nabi Muhammad SAW sangat memuliakan perempuan.
Perjalanan hidup Khansa menjadi pelajaran penting bahwa Islam tak mengekang kebebasan kaum wanita. Bahkan, sejak dini, Islam telah memberikan kebebasan kepada kaum wanita: kebebasan dalam menentukan calon suami, kebebasan berpendapat, dan sebagainya, ujar Muhammad Ibrahim Salim dalam bukunya Nisaa Haulaur Rasul SAW.
Bahkan, papar Ibrahim Salim, tak berlebihan jika dikatakan bahwa Islam dalam hal kebebasan berpendapat lebih mendengarkan pendapat kaum wanita daripada kaum laki-laki. Menurut Salim, sampai ambang pintu perceraian pun, Islam masih menghormati kedudukan seorang wanita.
Ia mencontohkan, jika seorang suami memutuskan hubungan dengan istrinya (cerai) sebelum digauli, suami harus membayar setengah mahar yang telah ditentukan. Namun, jika suami mencerai istrinya setelah digauli, ia harus membayar mahar itu secara utuh.
Pada saat itu, si suami tidak bisa semena-mena dengan berkata, ?Dari sisi keturunan dan kedudukan, dia (si istri) masih di bawahku,? ungkap Ibrahim Salim. Kisah Khansa berisi sebuah pelajaran bahwa seorang wanita hendaknya harus memahami betul arti sebuah pernikahan yang seharusnya dibangun atas dasar cinta dan kasih sayang.
Rasulullah SAW menegaskan bahwa sebuah perkawinan tak boleh mengandung unsur penipuan atau paksaan. Oleh karena itu, seorang wali tidak berhak memaksa anaknya untuk menikah dengan orang yang tidak dicintainya, papar Ibrahim Salim.
Atas dasar itulah, Nabi SAW mengurungkan pernikahan Khansa. Ia dipaksa ayahnya untuk menikah dengan orang yang tak dicintainya. Menurut Ibrahim Salim, Khansa adalah keturunan Bani Amr bin Auf bin Aus. Ketika masih belia, dia bertemu Nabi Muhammad. Khansa juga tercatat meriwayatkan beberapa hadis dari Rasulullah.
Alkisah, Khansa dilamar oleh dua pemuda, yakni Abu Lubabah bin Mundzir salah seorang pahlawan pejuang dan sahabat Nabi SAW serta seorang laki-laki dari Bani Amr bin Auf yang masih kerabatnya. Sebenarnya, Khansa tertarik pada Abu Lubabah. Namun, sang ayah punya kemauan sendiri, yakni memilih anak pamannya untuk putrinya.
Khansa pun akhirnya dinikahkan ayahnya dengan anak pamannya. Lalu, Khansa segera menemui Rasulullah dan mengadukan masalah itu. Ya, Rasulullah, sesungguhnya bapakku telah memaksaku untuk kawin dengan orang yang diinginkannya, padahal aku tidak mau. Rasulullah bersabda, Tidak ada nikah dengannya, kawinlah engkau dengan orang yang kamu cintai.
Lalu, Khansa menikah dengan Abu Lubabah. Menurut Ibrahim Salim, para ahli hadis saling berbeda pendapat tentang status Khansa saat perkawinan keduanya dengan Abu Lubabah. Sebuah riwayat dalam al-Muwaththa? dan ats-Tsauri menuturkan bahwa Khansa saat pernikahan kedua masih perawan.
Sementara itu, menurut hadis riwayat Bukhari dan Ibnu Sa?ad, saat pernikahan kedua, Khansa sudah janda karena ia pernah berkata kepada Rasulullah, Wahai, Rasulullah, sesungguhnya paman anak saya, yaitu suami Khansa pertama, lebih suka kepada saya. Nabi SAW lalu menyerahkan urusan Khansa sepenuhnya kepadanya.
Kisah hidup Khansa mengingatkan kita kepada seorang sahabat wanita Rasulullah
yang beranama Barirah. Menurut Ibrahim Salim, kisah hidup Barirah hampir sama dengan Khansa. Barirah adalah seorang Habasyah (budak wanita berkulit hitam dari Ethiopia). Tuannya bernama Utbah bin Abu Lahab yang mengawinkannya dengan seorang budak dari Maghirah.
Sebenarnya, Barirah tidak rela dijodohkan dengan budak tersebut seandainya dia berhak menolak. Hal itu diketahui oleh Aisyah. Maka, dibelilah Barirah dan dibebaskannya. Setelah bebas, Rasulullah SAW berkata, Kamu telah berhak atas dirimu. Maka, kamu bebas memilih.