Hayo, siapa di antara kamu yang masa kecilnya gemar bermain kertas origami? Terlebih pada masa sekolah dasar dulu, pasti kamu pernah diajarkan oleh gurumu membuat pesawat, kapal, maupun burung dari kertas lipat, bukan?
Origami sendiri merupakan seni melipat kertas yang berasal dari negeri Sakura, Jepang. Seni ini benar-benar memanfaatkan ketangkasan dalam melipat kertas tanpa memotongnya dengan gunting.
Namun, tahukah kamu? Rupanya seni origami ini bisa dijadikan terapi untuk meningkatkan kesehatan mental, lho. Bahkan di Jepang dan beberapa negara, origami sudah menjadi kurikulum wajib anak sekolah untuk membantu mereka melatih kesabaran dan keterampilan spasial, serta meningkatkan memori dan konsentrasi.
Mengutip dari Infia.co, seorang guru dan penulis buku The Book of Mindful Origami, Samuel Tsang mengatakan setiap lipatan origami yang dibuat dapat menyatukan konsentrasi seseorang.
Begitu juga bentuk origami yang dibuat oleh seseorang dapdat memperlihatkan pertanyaan yang bersifat refleksi diri. Menurut dia, melipat origami bermanfaat untuk melepas stres. Terlebih aktivitas ini mudah dilakukan di manapun dan oleh siapapun.
Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa origami bisa menjadi cara agar anak bisa meningkatkan kemampuan persepsi dan spasial, belajar matematika, memperbaiki ketangkasan dan koordinasi tangan serta mata, maupun meningkatkan konsentrasi.
meningkatkan visualisasi spasial dan kemampuan matematika anak SMP. Bahkan, origami bisa meningkatkan kemampuan menghitung anak yang memiliki masalah mental.
Lebih lanjut, Samuel Tsang mengatakan, origami adalah hobi yang menyatukan kedamaian, seni, sains, dan meditasi.
“Kalau Kamu seorang pemula, mungkin melihat model-model pelipatan origami sangatlah rumit. Namun, penting untuk mengesampingkan penilaian awal seperti itu. Berikan diri Kamu waktu untuk melatih diri. Oleh sebab itu, lebih baik belajar melipat origami dari model yang paling simpel, baru dilanjutkan ke model yang lebih sulit,” ujarnya.
Seperti halnya yoga atau meditasi, kuncinya adalah mengesampingkan perfeksionisme, kritikan terhadap diri sendiri, atau menghakimi diri.
Dalam penutupnya Tsang mengatakan, meskipun ia sudah lama belajar origami, model yang ia buat masih belum sempurna. Namun, itulah guna origami, mengajarkan bahwa tidak ada yang sempurna. Semua orang perlu menyadari dan menerima kekurangannya.